Jumat, 18 Juni 2010

Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami

PENGANTAR

Sebagai pengantar, simaklah kalimat hikmah berikut ini: “Barang siapa yang tidak benar permulaan kehendaknya, niscaya tidak akan selamat pada kesudahan akhirnya”. Kalimat ini senada dengan hadits Arbain 1. Betapa niat itu penting, tidak hanya dinilai secara lahiriyah namun juga secara batiniyah. Niat inilah yang akan mengantarkan segala amalan kita ke pintu gerbang diterima tidaknya amalan tersebut disisi Allah. Niat juga yang mengantarkan sukses tidaknya suatu amalan yang kita lakukan. Niat adalah perencanaan kemana amalan itu akan kita arahkan. Gagal merencanakan berarti menyiapkan kegagalan.

BAB1: DARI SINI KAMI MEMULAI

Mengapa berada dijalan dakwah?
“Barang siapa mengajak kpd petunjuk Allah, maka ia akan mendapat pahala yang sama spt jumlah pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikit pun oleh pahala mereka.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Allah, para malaikat, semut yang ada di dalam lubangnya, bahkan ikan yang ada di lautan akan berdo’a untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi)
Dakwah menjadi penghalang turunnya adzab Allah. QS. Al-A’raf 164-165

Teman-teman pilihan
Dijalan ini kami tidak hanya mendapatkan teman yang lebih dari teman tapi saudara-saudara yang luar biasa. “Sesungguhnya orang itu tergantung pada agama temannya.” (Ihya Ulumuddin 2/202). Perjalanan ini dipenuhi dengan rama ujian, cobaan, fitnah dan godaaan yang menyeleksi kami dan saudara-saudara kami. Sehingga akhirnya, kami mendapati saudara-saudara kami yang insyaAllah mereka siap untuk saling bantu mewujudkan cita-cita perjalanan dakwah ini.

Amal jama’i
QS. AL-Anfal 73 menerangkan bahwa jika kami tidak saling bantu dan mendukung, sebagaimana yang dilakukan orang-orang kafir, pasti fitnah dan kerusakan akan merajalela. Karena mereka bersatu dan kita bercerai berai. Mereka bersatu sementara kita saling meninggalkan. Tandzim atau organisasi dakwah adalah mutlak dan merupakan kebutuhan mendesak. Karena kebaikan yang tidak terorganisir dengan baik akan sangat mudah dikalahkan dengan kebatilan yang terorganisir dengan baik. Ia butuh pemimpin yang bertanggungjawab, pasukan dan anggota yang taat, peraturan yang mengikat, batas-batas tanggungjawab dan kewajiban, tujuan dan sarana untuk merelealisasikan tujuan tersebut.

Kebutuhan akan pemimpin
“Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut dengan teman2nya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannnya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Tidak ada kerusakan kecuali karena banyaknya pengaturan. Alam ini menjdai teratur karena Pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumuddin 2/202)
Apabila syuro telah berlangsung dan keputusan telah diambil, apapun keputusannya itulah yang akan kami laksanakan. Kami yakin keputusan syuro tidak pernah salah. Kalaupun syuro tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan maka syuro kembali yang akan menindaklanjutinya.
Demikianlah, perjalanan ini memerlukan pemimpin. Dan hasil syuro yang telah diputuskan oleh pemimpin, mengikat kami untuk saling dukung dan kami laksanakan.

Jalan ini, miniatur perjalanan sesungguhnya
Jiwa toleran adalah salah satu perjalanan berharga yang kami petik dari jalan dakwah. Karena setiap insan dilahirkan berbeda karakter dan sifatnya. Toleran inilah yang membuat kami bisa saling memahami satu sama lainnya. Sehingga perbedaan pendapat, perselisihan, ketidaknyamaan dan ketidaksukaan akan hilang dengan sendirinya. Rasulullah bersabda: “Jika ada seseorang mencacimu dan menghinamu dengan sesuatu yang ia ketahui ada pada dirimu, maka janganlah kamu melakukan hal yang sama lantaran ada hal yang sama yang engkau ketahui ada padanya. Karena dengan dmeikian engkau akan mendapatkan pahala. Dan ia mendapatkan dosanya. Dan janganlah engkau mencaci seseorang pun.” (Al Haadits shahihah, Al bani 770)

Hanya ketaqwaan sebagai bekal kami
Kami harus mengambil perbekalan yang mencukupi hingga perjalanan ini usai. Dan sebaik-baik perbekalan adalah taqwa. Perbekalan inilah yang bisa membantu kami untuk tetap mampu bertahan dan melangkahkan kaki melewati rintangan apapun.

BAB 2: KETIKA KAMI MEMBANGUN KEBERSAMAAN
Tak semua batu bata diletakkan pada posisi tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada dibawah. Bahkan terkadang si tukang batu memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.
Jalan dakwah ini mengajarkan kami untuk lebih memberi perhatian dan pertolongan kepada orang lain , bukan sebaliknya. Seperti kata Sayid Qutub: “Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri, ia akan hidup kecil dan mati sebagai orang kecil. Sedangkan orang yang hidup untuk umatnya, ia akan hidup mulia dan besar,serta tidak akan pernah mati.”
Dan kalimat cinta dari Allah dlm QS. Muhammad 9, selalu memotivasi kami: “Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan pijakan kaki kalian.”

Kebersamaan kami terikat 5 hal:
ikatan aqidah
ikatan pikiran
ikatan persaudaraan
ikatan organisasi dakwah
ikatan janji pada Allah.
Kami berharap 5 ikatan tersebut tidak akan pernah terhempas oleh tribulasi sehebat apapun.

Kefahaman
Perjalanan selalu tidak pernah mulus, adakalanya hal-hal yang tidak menyenangkan dan menyakitkan muncul. Karena itu pemahaman (Al fahm) yang benar harus terlebih dahulu dilakukan agar segala sesuatunya jelas. Barulah setelah itu kebersamaan bisa dibangun lebih kuat dan solid. Selain itu, kami berada di jalan ini adalah karena terikat pada sebuah manhaj (sistem dan cara) yang dilakukan sebuah jamaah bukan karena individu-individu atau tokoh2nya agar kami tidak kecewa ketika individu atau tokoh tersebut berbuat kesalahan.

Tsiqoh
Kepatuhan dan ketaatan kepada pemimpin selama pemimpin tersebut tidak memerintahkan kepada perbuatan dosa akan menimbulkan ketenangan dan keyakinan bahwa sebuah amanah dahwah dapat berjalan dengan baik. Pemimpin harus tsiqoh bahwa anggota dapat menjalankan amanahnya dengan baik dan anggota pun tsiqoh bahwa posisi dan tanggungjawab yang diberikan pemimpin padanya adalah untuk kemaslahatan. Syuro dilakukan secara bersama-sama antara pemipin dan anggota sehingga keputusannya dapat dijalani dengan sukarela tanpa keterpaksaan. Dengan tsiqoh inilah kami akan mampu mensinergikan seluruh potensi masing2 personil dakwah.

Penempatan posisi dalam dakwah
“Jabatan itu amanah. Dan pada hari kiamat ia akan menyebabkan kehinaan dan penyesalan. Kecuali orang yang dapat menunaikan hak-nya dan menunaikan kewajibannya.” (HR. Muslim). Apapun posisi kami, kami harus menjalankannya dengan baik dan penuh tanggungjawab.

Beginilah Jalan Dakwah Mengajari Kami 
 
  “Dan adakanlah diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, dan mencegah kemungkaran….” (Al-Imran 104)

Mungkin, banyak orang yang menganggap kami ini sok alim…(ya ga apa si, daripada sok kafir), atau malah menganggap kami sok suci (ga apa lah, daripada sok kotor). Orang lain mau mengatakan diri kami sok alim dan sok suci, kami akan terima dengan tulus ikhlas hanya karena Allah Subhanahuata’ala!

  Kami berdakwah, mengajak orang lain kepada kebaikan bukan berarti kami seperti malaikat, yang tindakannya selalu benar. Bukan juga seperti Rasulullah yang terhindar dari dosa-dosa. Kami yakin, kami hanya manusia biasa yang pernah berbuat salah. Namun, kami hanya ingin seperti keledai yang tak akan jatuh ke lubang yang sama, kami hanya ingin menutupi segala maksiat kami dengan kebaikan, kami hanya ingin menutup akhir hayat kami dengan kalimat Laa ilahailallah Muhammadurasulullah. 

  Saudara-saudaraku yang masih ada di luar gerbong dakwah! Sejujurnya kami tak pernah menganggap diri kalian sebagai musuh, engkau adalah sahabat kami. Kami melakukan ini karena suri teladan yang mulia dari Rasulullah, Muhammad saw. Ketika Rasulullah dicaci-maki, ditimpuki, hingga tubuh Beliau luka, Beliau tak membalas sedikitpun, Beliau mengajarkan kami untuk menjadi seorang pemaaf, Beliau mengajarkan kami untuk menjadi orang yang penuh kasih sayang, hingga orang yang memusuhi Nabi mengucapkan: Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dan kami tidak akan pernah memaksa kalian untuk turut berjuang dibarisan dakwah kami!  

  Saudara-saudara ku yang tergabung di dalam gerbong dakwah! Yakinlah jalan ini bukan jalan yang salah, jalan dakwah adalah jalannya para pahlawan, jalan yang akan mendekatkan diri kita kepada Illahi Rabi. 

Saudaraku, tunjukanlah bahwa kita akan selalu memberikan suatu yang terbaik bagi negeri ini. Tunjukan kepada dunia bahwa kita akan selalu memberikan kebanggaan sejati. Kebanggaan sejati itu adalah sikap senantiasa berbuat yang terbaik, meskipun tidak ada yang melihat dan mengawasinya. Kualitas karya kita akan menjelaskan “siapa kita” sebenarnya! Wallahua’lam….

Resume 
Bismillaahirrahmaanirrahiim

“Dan hendaklah (ada) di antara kalian umat yang menyeru pada kebaikan, memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang menang.” (QS 3 : 104)

Ummat pada ayat di atas tidak hanya didefinisikan sekadar kumpulan orang atau kelompok, tapi mewakili keterpaduan antara kelompok-kelompok atau jama’ah-jama’ah da’wah yang ada untuk mewujudkan cita-cita Islamnya (Tafsir Al-Manar)
Bukankah tujuan akan lebih cepat digapai, pekerjaan lebih ringan, dan hasil lebih optimal, dan tentunya pahala lebih besar akan diperoleh ketika suatu pekerjaan dilakukan berjama’ah bukan?

Mengapa berada di jalan da’wah? Pertanyaan retorik, klasik. Tapi tahukah kita apa jawabannya? Jawaban tepat mengapa kita di jalan da’wah? (Jangan-jangan masih ada yg gak tau lagi…hehe)
Izinkan saya jawab dengan firman Allah swt,

“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab : “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (QS 7 : 164)
Ya, karena tanggung jawab dan agar mereka bertakwa. 

Abu Bakar ra mengatakan, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran dan mereka tidak merubahnya, dikhawatirkan mereka akan diratakan oleh Allah dengan azabNya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Belum cukupkah ayat dan hadis di atas menjawab keraguan kita berada di jalan da’wah?
Amal jama’i-da’wah.
Hmm, perjalanan panjang ini mutlak memerlukan pemimpin loh. Konsekuensi atas da’wah yang terorganisir dan tertata adalah adanya pemimpin (Qiyad) dalam perjalanan da’wah ini.

Imam Al-Ghazali mengatakan, “Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut dengan teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya, dan paling mungkin dimintai persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Tidak ada kerusakan kecuali karena banyaknya pengaturan. Alam ini menjadi teratur karena Pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)

Untuk itu, begitu besar dan pentingnya ketsiqohan dan ketaatan dari junudnya (bala prajurit) pada pemimpinnya sebagai pemandu perjalanan panjang ini. Memahami bahwa pemimpin juga memiliki kekurangan, sama seperti kita. Menjalankan keputusan syuro yang tidak pernah keliru karena mekanisme inilah yang dijabarkan oleh Islam.
Demikianlah, perjalanan ini memerlukan pemimpin. Dan hasil syuro yang telah diputuskan oleh pemimpin di jalan ini, mengikat kita semua untuk kita dukung dan tentunya kita laksanakan.

Dalam jama’ah ini kita berinteraksi secara intens, sudah pasti menemukan banyak sekali karakter dan sifat yang dimiliki oleh masing-masing saudara kita. Perbedaan pendapat, cara pandang, tindakan solutif, terasa kuat di sini. Namun, ketetapan kita untuk tetap di jalan ini, membuat kita semakin toleran dan bisa memahami&menyikapi lebih bijak sifat&karakter saudara kita –selama masih dalam batas aqidah yang benar-. Perselisihan sangat sulit dihindari. Namun dalam jama’ah ini kami belajar membuat perselisihan ini tidak berbuah perpecahan. 

Kekuatan jama’ah adalah ruhiyah yang terpelihara.
Perlu diingat, sebaik-baik bekal adalah taqwa. Bekal taqwa termasuk komitmen dengan jama’ah da’wah. Dalam jama’ah da’wah kami belajar menjaga ruhiyah dan ibadah yang tawazun antara dunia & akhirat. Ruhiyah yang terjaga dan terjamin menjadi aset unggulan dari masing-maisng kader da’wah.

Kebersamaan kita dalam jama’ah da’wah terikat 5 hal :
1. Rabithatu al ‘aqidah (ikatan akidah)
Kesamaan imanlah yang menghimpun dan mengikat kami bersama saudara-saudara kami di sini.
2. Rabithatu al-fikrah (ikatan pemikiran)
Kami disatukan oleh kesamaan pemikiran dan cita-cita kami sebagai sarana mencapai keridhaan Allah swt.
3. Rabithatu al-ukhuwah (ikatan persaudaraan)
Tidak ada yang melebihi warna jiwa kami setelah keimanan kepada Allah, kecuali suasana persaudaraan karena Allah swt di jalan ini.
4. Rabithatu at-tanzim (ikatan organisasi)
5. Rabithatu al ‘ahd (ikatan janji)
Di jalan ini kami mengikrarkan janji pada Allah swt dan mungkin janji pada saudara-saudara perjalanan untuk setia dan mendukung perjuangan.

Andai di tengah perjalanan kami harus mengalami terpaan ujian, fitnah, godaan, dan rayuan, kami berharap kelima buhul ikatan kami tidak pernah bisa menghempas kami dari jalan ini.

Indahnya kebersamaan di jalan da’wah.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Orang yg bertahan berada di tengah jamaah Muslimin akan menyukai apa saja yang disukai oleh jama’ahnya, dan membenci apa yang dibenci jama’ahnya. Ia akan merasa sakit dengan sesuatu yang menyakitkan jama’ahnya. Dan ia akan merasakan kesenangan dengan sesuatu yang menciptakan kesenangan bagi jama’ahnya…”(Miftaah Daar As Sa’adah, 72)
Sungguh terasa atmosfir keshalihan yang saudara-saudara kami pancarkan sehingga menjadi salah satu penguat azam kita setelah Allah swt untuk istiqomah di jalan ini.

Saling berdoa di antara sepi.
Jama’ah ini memberikan ikatan persaudaraan yang sangat kuat. Meminta kepada Allah untuk kebaikan saudara, sahabat, pemimpin kami di jalan ini, di saat-saat sunyi, adalah hikmah lain yang kami peroleh selama berinteraksi di jalan da’wah. Saudara-saudara kami, yang kami pintakan pertolongan Allah atas mereka, adalah saudara-saudara yg hanya mengikat dan menghimpun kami oleh keimanan dan keislaman mereka. Saling berdoa di antara sepi menjadikan kesejukan yang meringankan langkah. 

“Dan dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shaleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.” (QS Asy-Syu’ara : 26)

Ternyata, dalam jama’ah ini tak jarang kami menyaksikan saudara-saudara kami yang memutuskan untuk meninggalkan jalan ini karena berbagai ketidaknyamanan atau permasalahan di jalan da’wah ini. Dalam jamaah ini pun tak jarang kami menemukan permasalahan-permasalahan da’wah yang terkadang belum selesai permasalahannya, sudah datang lagi permasalahan yang lain. Menempuh perjalanan ini memang menyimpan lelah. Tidak jarang ada di antara kami yang merasa begitu terkuras waktu, pikiran, dan tenaganya ketika telah terlampau panjang menempuh jalan ini.
Pada akhirnya kami mengerti bahwa keletihan itu akan menjadi beban ketika kami merasakannya sebagai keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakinan ruhiyah. Sesungguhnya kesempitan ini pasti menyimpan hikmah yang luar biasa. Semua hal ini menguji keikhlasan kami di jalan da’wah. Beberapa alasan yang disebutkan di atas menjadi alasan kami untuk tetap bertahan di sini.

Mundur dari da’wah, mungkinkah???
Jika olahragawan bisa mengalami pensiun karena usianya yg renta dan fisiknya yg melemah. Jika seorang artis harus meninggalkan pentas, karena keterampilan dan keindahan aktingnya telah digerogoti usianya. Tapi para juru da’wah tidak pernah mengenal kamus pensiun dari panggung da’wahnya. Kondisi apapun tidak akan menyebabkan kami ‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.

Karakter pejuang da’wah menurut Imam Hasan Al Banna : “Aku bisa menggambarkan karakter seorang mujahid adalah orang yang mempersiapkan perbekalan dan persiapannya, yang selalu memikirkan terhadap da’wah yang ada di setiap sudut jiwanya, dan memenuhi relung hatinya. Ia selalu dalam kondisi berpikir, sangat perhatian untuk berdiri di atas kaki yang siap sedia. Jika diseru ia menjawab atau jika dipanggil ia memenuhi panggilan. Langkahnya, ruhnya, bicaranya, kesungguhannya, permainannya, selalu berada dalam lingkup medan da’wah yang ia persiapkan dirinya untuk itu.”

Terakhir,,
Perjalanan ini tidak boleh terhenti.

Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf nahyul munkar. Setelah menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran. Kami harus tetap bertahan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir di jalan ini.
Guru da’wah, Sayyid Quthb rahimahullah, mengatakan, “Mereka (para penegak da’wah) tidak boleh putus asa dari memperbaiki jiwa dan menanamkan respon baik dari hati orang yang dia’wahi. Meski apapun pengingkaran dan pendustaan yang dihadapi. Meski penolakan dan pembangkangan seperti apapun yang muncul. Jika seratus kali, da’wah belum sampai kepada hati. Mungkin akan sampai pada seratus satu kali. Jika seribu kali, da’wah belum masuk di dalam jiwa. Mungkin akan masuk pada seribu satu kali. Jalan da’wah ini bukanlah perjalanan yang lembut dan mudah. Di sana ada puing-puing kebatilan dan kesesatan. Taqlid (patuh tanpa pengetahuan) dan kebiasaan yang bersemayam dalam hati, yang harus disingkirkan secara perlahan-lahan dengan berbagai cara. Semua lokasi yang sensitif harus disentuh…” (Fi Zilal Al-Quran, 4/2394)

Kata-kata kebaikan itu ibarat menebar benih kebaikan, yang akan tumbuh dimana tempat ia jatuh. Dan jika benih itu telah tumbuh, pohonnya menjadi berbuah dan membawa manfaat yg banyak, dengan izin Allah swt.

“Tidaklah kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS Ibrahim : 25)

“ad da’watu tasiiru binaa aw bi ghairinaa” (da’wah akan berjalan dengan atau tanpa kami)

Dan tahukah kalian? Setiap jama’ah da’wah (termasuk FORKOM ALIMS) adalah satu dari sekian banyak jama’ah da’wah yang memiliki peran sebagai batu bata yang mengokohkan dan melengkapkan bangunan besar amal jama’I di dunia ini sebagaimana Rasulullah menjadi pelengkap dan penutup para Nabi.

Wallahu a’lam bi showwab

Wassalammu’alaikum wrwb
 
“Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik”(Umar Bin Khatab)